
Bulan Ramadan yang selalu dinanti setiap tahunnya oleh setiap umat muslim di seluruh dunia tak terkecuali oleh masyarakat Indonesia, memang memiliki keistimewaannya sendiri. Kamu akan menemukan berbagai hal menarik yang hanya ada di bulan suci ini, mulai dari makanan, budaya, sampai hiburan unik dan khas Ramadan. Berikut salah satunya adalah rekomendasi film Ramadan yang wajib kamu saksikan.
1. 99 Cahaya di Langit Eropa
Film Ramadan wajib nonton dengan anggaran 15 miliar ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Pada pemutaran perdananya di Djakarta Theatre, film ini mendapat pujian dari mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Film yang dibintangi oleh Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, dan Raline Shah ini menghadirkan sejarah agama Islam di Eropa. 99 Cahaya Langit di Eropa ini mengisahkan pengalaman seorang jurnalis asal Indonesia yang sedang menemani suaminya kuliah doktor di Vienna, Austria. Film ini mengangkat perjuangan para pelajar di Eropa dalam mempertahankan keyakinan, cinta, dan prinsip di tengah sekulerisme dan dibalut dengan persahabatan, konflik dan pengungkapan misteri peradaban Islam.
2. Negeri 5 Menara
Negeri 5 Menara merupakan karya film klasik yang berkisah tentang sosok Alif lahir di sebuah kampung kecil di pinggir Danau Maninjau. Ia tidak pernah menginjakkan kaki di luar tanah kelahirannya. Alif bercita-cita kelak melanjutkan pendidikannya ke Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu kampus terkenal di Pulau Jawa. Namun sang amak (ibu) ingin Alif masuk pesantren agar bisa bermanfaat seperti Bung Hatta dan Buya Hamka. Dengan setengah hati, Alif menjalani keputusan orang tuanya dan bersekolah di Pondok Madani sebuah pesantren di sudut kota Ponorogo, Jawa Timur.
“Man Jadda Wajada. Man Jadda Wajada” (Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan berhasil). Mantra inilah yang menambah tekad dan kesungguhan meraih cita-cita dan membuat mereka sukses dalam kehidupannya masing-masing. Film ini diangkat dari novel laris berjudul sama yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, mantan wartawan, dan peraih sejumlah beasiswa internasional.