
Jakarta, 18 Januari 2020 – Indonesia Millennial Summit (IMS), acara tahunan yang diadakan oleh IDN Media, kembali hadir pada 17-18 Januari 2020 di The Tribrata, Jakarta. Di tahun keduanya ini, Indonesia Millennial Summit 2020 mendapat sambutan yang positif dari anak muda Indonesia. Hal ini terlihat dari antusiasme peserta yang sejak pagi telah ikut mengantri untuk mengikuti beragam sesi yang diadakan hari ini.
Pada hari pertama setelah Opening Ceremony peluncuran Indonesia Millennial Report 2020 di panggung “Visionary Leaders”, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengawali rangkaian acara dengan pembahasan mengenai rencana strategis yang Indonesia akan eksekusi di tahun 2020-2024.
Ia berkata, “Indonesia membutuhkan banyak pilar untuk dapat mewujudkan pemerintahan yang baik. Salah satu di antaranya yang diterapkan oleh BUMN adalah Good Corporate Governance. Yang mana proses pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta besar, dan turut membantu mengembangkan usaha mikro.
Milenial harus mulai memahami konsep seperti ini agar dapat melanjutkan apa yang kami lakukan, bahkan dengan lebih baik lagi.” Tak hanya itu, ia juga berharap agar wanita dapat menduduki dewan direksi Badan Usaha Milik Negara sedikit-dikitnya 15%. Angka tersebut sudah distandarisasi negara-negara di Asia Tenggara.
Para Perempuan Hebat di Panggung “Future is Female”

Ariel Tatum di panggung Future is Female IMS 2020 (sumber: istimewa)
Untuk panggung “Future is Female”, terdapat 10 pembicara yang menyampaikan gagasan mereka pada hari pertama Indonesia Millennial Summit 2020 by IDN Media. Salah satu dari antaranya adalah Ariel Tatum. Sosok artis dan penyanyi yang ternyata sudah cukup lama berupaya untuk menetralisir pandangan bahwa kesehatan mental adalah sesuatu yang tabu.
Dalam sesi berjudul “Normalizing the Conversation: Mental Health”, Ariel mengaku ia pernah mengalami Borderline Personality Disorder. Yaitu sebuah gangguan kepribadian yang memunculkan kecemasan, rasa kosong pada diri kita, mood-swing, yang kemudian dapat berakhir dengan menyakiti diri sendiri, bahkan sampai bunuh diri.
“Menyadari hal yang ganjil dari diri kita, menjadi peka sejak dini adalah sesuatu yang bagus. Karakteristiknya memang terlihat sepele, tapi rasakan lebih dalam, apakah itu normal? Akhirnya, di Oktober 2019 lalu, saya merasa inilah waktunya speak-up, saya menciptakan #LetsEndTheShame. Bukan hal tabu lagi untuk pergi ke psikolog, psikiater, dokter jiwa. That’s a part of life,” ucapnya penuh semangat.
Mengintip Panggung “Talent Trifecta” dan “Hijrah”

Maia Estianty dan Rossa di panggung Talent Trifecta (sumber: istimewa)
Sedangkan di panggung “Talent Trifecta” dengan sesi berjudul “What Lies Ahead for Music Industry in Indonesia”, penyanyi Rossa dan Maia Estianty mengutarakan perspektif mereka tentang masa depan industri musik di Tanah Air. Seiring dengan berkembangnya era digital, industri musik pun mengalami pergeseran. Dari yang dulunya dibuat ring back tones (RBT), kini telah dipasang di platform musik, seperti Joox dan Spotify.
Untuk dapat ikut meramaikan industri yang juga terus berkembang ini, Rossa menyatakan, “Harus dibedakan dulu, apakah keinginan untuk menyanyi itu memang karena passion atau hanya untuk mendapatkan uang. Ketika hal itu memang dilakukan karena passion, upaya kita untuk menentukan tema, aliran musik, target audience berdasarkan pemikiran yang matang.”
Maia menambahkan, “Pilih dulu lagu yang memang pas dengan warna suara karena dua hal itu harus selalu berkesinambungan. Untuk dapat diketahui oleh masyarakat luas, di era digital ini, saya rasa itu bukan suatu hal yang sulit. Selain dari kompetisi, platform online dengan banyak audiens pun membantu.”

Alquran Muzammil Hasballah di panggung Hirah (sumber: istimewa)
Sementara itu, panggung “Hijrah” di Indonesia Millennial Summit 2020 by IDN Media kedatangan CEO dari The Little Giantz Animation Studio Aditya Triantoro. Ada juga Ketua BEM UGM 2019 Atiatul Muqtadir dan pembaca Alquran Muzammil Hasballah. dengan sesi berjudul “The New Lifestyle in the New Transforming Digital World”.
Pergerakan digital tentu saja banyak membantu konten-konten religius agar mudah diakses. “Menyebarkan konten religius tentu saja rentan bersinggungan dengan hal sensitif. Namun, kita melihat ini sebagai suatu perjuangan dan perjuangan pasti akan bertemu halangan. Hadapi selagi kita memang menyebarkan sesuatu yang positif, demi Bhineka Tunggal Ika,” ucap mereka.