
Pernahkah kamu berada di satu titik pencapaian terbesar dalam hidupmu, lalu perasaan cemas dan ketakutan akan kesuksesan datang menghampiri? Sering merasa tak pantas dengan segala yang kamu raih? Bisa jadi kamu sedang mengalami yang namanya imposter syndrome, GenK.
Imposter syndrome adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh dua orang psikolog bernama Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance pada tahun 1978. Konsep ini dicetuskan pada zamannya untuk merujuk ke banyak wanita karir yang mengalami sebuah pengalaman yang sama.
Setelah itu, imposter syndrome terus berkembang ke berbagai kalangan dan latar belakang individu yang berbeda di seluruh dunia, GenK. Sindrom ini bisa jadi hambatan yang dapat memengaruhi karir dan bahkan kehidupan seseorang loh. Mau tahu kenapa? Yuk simak lebih lanjut tentang imposter syndrome di bawah ini! 👇
Apa Itu Imposter Syndrome

Ilustrasi imposter syndrome (sumber: towardsdatascience.com)
Imposter syndrome adalah kondisi psikologis yang membuat seseorang merasa tidak puas dan tak pantas mendapatkan apa yang telah dicapainya. Individu dengan imposter syndrome memiliki anggapan bahwa dirinya adalah seorang penipu dan takut bahwa suatu hari nanti orang-orang akan mengetahui hal tersebut. 😱
Sindrom yang juga dikenal dengan istilah impostor syndrome, sindrom penyemu, dan fraud syndrome ini pada awalnya ditemukan pada wanita karir yang dianggap sukses pada era tahun 1970-an. Para wanita tersebut memunculkan fenomena dan pola pengalaman psikis yang serupa antara satu dan lainnya.
Perasaan cemas muncul tanpa disadari dan merasa tak pernah cukup dengan apa yang telah digapai. Setiap kesuksesan yang telah diraih, mulai dari materi, jabatan, dan prestasi lainnya merupakan suatu kesalahan yang tak patut diterimanya. Mereka beranggapan bahwa orang lain lebih layak mendapatkan apa yang dicapainya.
Merasa Menjadi “Penipu”

Orang dengan imposter/fraud syndrome merasa dirinya adalah seorang “penipu” (sumber: chanty.com)
Bukan hanya sampai di situ saja, GenK, satu hal yang menjadi ciri khas khusus dari imposter syndrome adalah munculnya ketakutan berlebih bahwa dirinya adalah seorang penipu atau imposter, sesuai nama sindrom ini. Waduh, gimana tuh maksudnya? 🤨
Ketakutan yang dimaksud muncul dalam bentuk anggapan bahwa setiap hal yang dimilikinya sekarang merupakan suatu keberuntungan semata dan bukan karena kecerdasan atau kemampuan pribadi. Meskipun pada kenyataannya orang tersebut memiliki kapasitas yang mumpuni.
Keraguan diri mulai menggelayuti pikiran dan berujung pada berkurangnya rasa percaya diri dan ketidakpuasan akan setiap hal yang dikerjakan. Alhasil, performa kerja bisa menurun, tidak mampu menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai deadline, overthinking, hingga bisa berujung ke burnout bahkan depresi.
Bagaimana Imposter Syndrome Bisa Terjadi?

Pengidap sindrom ini kerap digambarkan seakan memakai topeng (sumber: mindful.org)
Berdasarkan artikel ilmiah yang diterbitkan pada tahun 1978 oleh Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance, imposter syndrome (disingkat IS), umumnya ditemui pada orang-orang yang memiliki ambisi tinggi, khususnya ketika itu banyak dialami oleh kaum perempuan, GenK. 🤔
Namun demikian, penelitian lebih lanjut yang juga dilakukan oleh Clance berhasil mematahkan teori sebelumnya yang menyatakan kalau hanya wanita saja yang dapat mengalami imposter syndrome. Beberapa kasus lainnya membuktikan bahwa sindrom ini dapat menjadi tantangan bagi seluruh kalangan tanpa terikat jenis kelamin.
Dalam perkembangan penelitian yang dilakukan oleh para psikolog dan ahli, beberapa faktor kemudian dipercaya menjadi penyebab terjadinya fenomena unik ini, yaitu:
1. Faktor keluarga

Keluarga menjadi faktor yang dapat memicu terjadinya imposter syndrome (sumber: leverageedu.com)
Keluarga merupakan fondasi perkembangan kepribadian seseorang, mulai dari kecil hingga dewasa. Imposter syndrome dapat muncul dalam bentuk benih yang ditanamkan dari keluarga yang sangat menjunjung tinggi prestasi dan kesuksesan dengan selalu menjadi yang terbaik di berbagai hal. 💁♂️
Kepercayaan ini kemudian dapat termanifestasi dalam perilaku dan pola pikir kedua orang tua yang senantiasa menekankan keberhasilan dengan menjadi yang “nomor satu” kepada anak-anaknya. Hal ini otomatis membuat sang anak menjadi terobsesi untuk menjadi sempurna dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
2. Faktor lingkungan sosial

Lingkaran pertemanan dapat memberikan tekanan psikologis pada individu (sumber: kidshelpline.com)
Sebagai lingkungan penting lain yang dimiliki oleh setiap individu, lingkungan sosial tak pelak memegang peranan yang krusial dalam membentuk watak, pola pikir, serta perilaku seseorang. Baik dari lingkungan pertemanan hingga lingkungan profesional di dunia kerja, keduanya sama-sama berpotensi memicu terjadinya fraud syndrome. 😲
Bisa bayangkan gak nih? Kamu yang bergaul dengan orang-orang dengan segudang prestasi di sekolah, sang atlit olahrga, si jenius muda, sampai sang pemimpin kebanggaan guru-guru. Suatu saat, kamu berhasil mendapatkan prestasi yang bahkan melebihi mereka.
Rasa ketidaknyamanan dapat muncul serta bisikan yang memekik di benak mengatakan kalau kamu tidak pantas mendapatkan prestasi tersebut, ada orang lain yang lebih layak. Ini dia awal mula berkembang sindrom peniru tadi, GenK. Nah, demikian tadi penjelasan tentang apa itu imposter syndrome.
Hayo, masih penasaran gak nih? Stay tune dan cari tahu lebih dalam pembahasan menarik lainnya tentang imposter syndrome di artikel kami berikutnya. Eh, intip juga nih informasi seru tentang berbagai fobia generasi milenial di post sebelumnya. 😄
Simpulan
Nah, setelah membaca artikel ini, kamu jadi tahu lebih banyak tentang apa itu imposter syndrome. Sebagai sebuah creative content platform, kreativv ID berkomitmen untuk menyediakan konten-konten berkualitas dari berbagai topik di industri kreatif untuk para pembaca setia.
Buat kamu yang ingin terus update dengan tren terkini di industri kreatif, kunjungi terus blog kami dan subscribe ke newsletter untuk konten terbaik langsung ke emailmu.