
Saat ini perfeksionisme tidak hanya menjadi sifat, tetapi juga menjadi kebutuhan. Tingginya tingkat persaingan di dunia kerja membuatmu mau tidak mau berkembang menjadi individu yang perfeksionis. Secara definisi, perfeksionis adalah sebutan untuk orang yang memiliki keyakinan bahwa ia atau orang lain harus selalu sempurna dalam melakukan segala hal.
Sebenarnya tidak masalah jika kamu memiliki sifat ini, tapi yang menjadi masalah adalah ketika sifat ini mulai mengganggu kehidupanmu. Keinginan untuk selalu sempurna membuat perfeksionis takut dengan adanya kegagalan, karena mereka akan merespon negatif terhadap setiap kesalahan yang diperbuatnya. Nantinya mereka akan mengkritik diri sendiri secara langsung atau lewat self-talk karena adanya keraguan atas wawasan dan kompetensi diri.
Ciri-Ciri Perfeksionis

Tidak mau melakukan kesalahan sedikit pun (sumber: liberationist.org)
Seperti peribahasa “Tak kenal maka tak sayang”, sebelum kita masuk ke pembahasan utama, ada baiknya kamu simak ciri-ciri perfeksionis berikut ini. Siapa tahu kamu adalah salah satunya.
- Memiliki standar yang tinggi.
- Selalu berfokus pada kesalahan.
- Tidak pernah merasa berhasil.
- Sulit merasa puas.
- Bertindak ekstrim saat mengambil keputusan.
- Jarang meminta bantuan kepada orang lain.
- Merasa kesulitan saat melakukan sesuatu yang bukan bidangnya.
- Selalu kesulitan untuk menyelesaikan sesuatu, karena ia yakin bahwa yang sudah dikerjakan seharusnya dapat dilakukan dengan lebih baik lagi.
- Selalu memikirkan penilaian orang lain yang diberikan kepada dirinya.
Jumlah Perfeksionis Semakin Meningkat

Selalu merasa cemas (sumber: businessinsider.sg)
Sekarang saatnya kita masuk ke pembahasan utama nih, yaitu kenapa milenial perfeksionis? Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak muda masa kini memiliki tingkat perfeksionisme yang lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Peningkatan ini mulai terjadi pada tahun 1990-an. Penelitian soal peningkatan perfeksionis ini melibatkan 77 studi dan jumlah peserta yang hampir menyentuh angka 25.000 orang. Sekitar dua per tiga dari peserta tersebut adalah perempuan berusia antara 15-49 tahun. Rata-rata mereka berasal dari negara barat, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. Hasilnya membuktikan bahwa ternyata laki-laki dan perempuan masa kini memiliki tingkat perfeksionisme yang serupa loh.
Perlu digaris bawahi bahwa fenomena ini merupakan masalah yang serius untuk masyarakat modern. Sifat perfeksionis yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif seperti munculnya rasa cemas, stres, depresi, sampai niatan untuk mengakhiri diri. Sayangnya, peningkatan sifat ini semakin didukung dengan dunia kerja yang keras. Adanya persaingan antara karyawan membuat setiap individu diharuskan untuk memiliki performa yang sempurna. Tidak ada deh yang namanya kegagalan.
Media Sosial Memberi Pengaruh Besar

Melihat konten di media sosial (sumber: unsplash.com)
Selain dunia kerja, faktor yang dapat memengaruhi peningkatan jumlah milenial yang perfeksionis adalah media sosial. Seperti yang kita tahu, media sosial adalah sebuah media online di mana penggunanya bisa berpartisipasi dan saling berkomunikasi satu sama lain. Saat ini kamu dapat dengan mudah mengakses media sosial. Mau melihat unggahan foto teman saat liburan ke Bali minggu lalu atau sekadar video bermain dengan hewan kesayangan di rumah semuanya bisa dilakukan.
Kenapa milenial perfeksionis? Dengan terus-menerus mengonsumsi konten di media sosial, kamu jadi memiliki standar dan tolak ukur tersendiri tentang kesempurnaan. Iklan yang ada di media sosial juga ikut berperan untuk menggiring pola pikirmu loh. Padahal gambar yang sebenarnya tidak realistis itu tercipta karena adanya make-up, filter, dan serangkaian proses editing lainnya. Terkadang bersikap skeptis juga diperlukan untuk menolak peduli soal kehidupan orang lain yang tampak sempurna.
Menjadi Perfeksionis Itu Baik atau Tidak?

Orang yang perfeksionis tidak boleh salah langkah (sumber: bbc.com)
Semakin bertambahnya usia, orang yang perfeksionis menjadi semakin tidak terkendali. Kepribadian mereka jadi lebih rentan terhadap emosi negatif, cemas, iri, kurang teliti, dan mudah merasa bersalah ketika menghadapi kegagalan. Padahal mengejar kesempurnaan tanpa tujuan yang jelas memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi loh. Alhasil, si perfeksionis semakin merasa kesal karena ketidaksempurnaan mereka. Lalu mereka jadi mudah lelah dan tidak stabil, karena di dunia ini penuh dengan tantangan yang tidak bisa ditebak.
Alasan kenapa milenial perfeksionis tak lain karena sifat ini dapat menjadi hal yang menguntungkan sebagai salah satu cara untuk mencapai goals tertentu dan mengembangkan diri. Tapi perhatikan juga standar kesempurnaan yang dipasang sebagai tolak ukur. Jangan sampai salah memasang target dengan hal-hal tidak realistis, karena saat menghadapi kegagalan, orang yang perfeksionis akan menyalahkan dirinya sendiri lagi dan lagi. Ingatlah bahwa kamu adalah pribadi yang berharga dan kamu sudah melakukan yang terbaik sampai detik ini.