
By: Andini Effendi – Independent Journalist
Satu hal yang membuat saya excited dan tidak sabar adalah momen setiap kali menuju ke airport untuk naik pesawat kemana saja di dunia ini, domestik maupun internasional. I just love to travel, untuk tujuan liburan maupun bekerja. Buat saya setiap perjalanan adalah kesempatan untuk membuka mata saya untuk melihat hal baru. Bahkan di tempat yang sudah saya pernah datangi sebelumnya. Jujur, awalnya saya senang sekali traveling dengan alasan untuk kabur dari hiruk pikuk kota Jakarta. Saya lelah dengan sumpeknya, polusi, macet dan penat karena aktivitas. Saya selalu komplain dengan segala kekurangan Jakarta atau Indonesia in general karena saya merasa stuck disini dan lambat laun traveling mulai menjadi self-fulfillment diri saya, because I need to see and explore new places.
“Moreover, traveling opened my heart to value Indonesia more.”
Sebenarnya yang membuat perjalanan saya lebih seru adalah karena saya sering bepergian sendiri dan menyadari hal-hal tentang diri saya yang sebelumnya saya tidak ketahui. Seperti waktu saya pergi ke Kolombia, Amerika Selatan, satu-satunya hal yang membuat saya penasaran dengan Kolombia adalah karena setelah menonton serial Narcos di Netflix. Saya harus melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana narcoterrorism menghancurkan negara dan bagaimana negara itu bisa bangkit dari berdekade-dekade kekerasan. Negara yang saya kira adalah negara “Dunia Ketiga” ternyata jauh lebih maju, tertata rapi dan karakter warganya yang lively membuat saya merasa mudah diterima.
Ketika saya pergi ke Kolombia, saya tinggal di kediaman keluarga dari teman saya, yang pada dasarnya saya tidak pernah kenal mereka. Justru itu yang membuat saya lebih senang karena tidak ada guide yang lebih baik dari warga lokal setempat. Namun yang benar – benar membuka mata saya adalah ketika salah satu teman saya bercerita kalau warga Kolombia baru bisa mengeksplorasi negaranya sendiri dengan jalur darat kurang dari 10 tahun terakhir. Adanya kelompok pemberontak dan sisa dari narcoterrorism yang menyebabkan warga Kolombia tidak aman untuk bepergian. Bahkan lewat jalur udara pun masih ada yang trauma setelah pesawat Avianca dibom di udara yang diduga dilakukan kelompok gembong narkoba Pablo Escobar 21 tahun lalu.
Dari pengalaman ini, betapa beruntungnya saya tinggal di Indonesia yang tidak pernah merasa faktor keamanan menjadi prioritas dalam bepergian. Di saat di Indonesia ada suara sumbang memprotes soal prioritas pembangunan infrastruktur, Kolombia justru memohon-mohon pada pemerintah untuk pembangunan jalan tol yang menghubungkan kota – kota mereka tanpa ada ancaman akan diledakkan atau ada warga yang diculik dalam perjalanan.
“Beberapa perjalanan yang juga membuka mata saya dan menyimpulkan, ternyata Indonesia lebih keren ya…”