
Di sebuah desa kecil di daerah Jawa tengah, lebih tepatnya desa Kroya lahirlah seorang anak pertama dari keluarga miskin & diberi nama Siti, nama yang sangat pasaran memang. Yah, keluarga mereka benar-benar miskin, bahkan untuk menyewa satu kamar saja tidak mampu. Mereka membangun sebuah rumah dari anyaman bambu, mungkin lebih tepatnya gubug di atas tanah milik kerabatnya yang tentunya atas izin dari pemilik tanah tersebut. Pada bulan Agustus ternyata pemilik tanah meminta keluarga miskin itu untuk segera pindah, diberi waktu tiga hari kalau belum pindah gubug mereka akan dibakar. Lalu ada orang baik yang menawarkan kepada mereka sebidang tanah untuk ditinggali sampai keluarga miskin tersebut memiliki tanah sendiri. Warga gotong royong memboyong gubug tersebut seperti mereka mengangkat rumah-rumahan di acara karnaval Agustusan.
Siti tumbuh menjadi anak kecil yang berkulit putih bersih dan berambut ikal, tapi dia tidak pernah membiarkan rambutnya tergerai kecuali ketika tidur. Dia anak yang suka dengan penampilan rapih dan bersih yang itu dianggap tidak wajar oleh lingkungannya. Anak-anak didaerah tersebut pada umumnya berkulit sawo matang.
Seperti itulah kenyataannya bahwa orang miskin selalu salah; ditakdirkan berkulit bersih salah, berpenampilan rapi dianggap belagu. Siti sering ditanya sama ibu-ibu di lingkungannya “Siti mau sekolah dimana?”. Dan Siti selalu menjawab “Di Sekolah favorit itu”. Dan nantinya ditertawakan karena dianggap terlalu halu.
Siti anak yang percaya diri walaupun sering di-bully. Dia membalasnya dengan prestasi. Setiap ada perlombaan antar sekolah dia selalu diikut sertakan, dari lomba tembang macapat, lomba cerdas cermat, lomba tarian tradisional, dll. Tapi kesibukannya dengan perlombaan tidak menurunkan prestasi akademisnya.
Didikan orang tua Siti cenderung keras seperti contohkan Bapaknya Siti bilang bahwa beliau tidak mau datang ke sekolah kalau Siti tidak ranking 1. Tapi Siti menganggap itu motivasi. Dari SD dia sudah aktif, dalam artian kalau ada PR yang dia tidak bisa mengerjakan dia tidak diam saja tapi mendatangi kakak kelas yang berprestasi atau mendatangi tetangganya yang berprofesi guru di sekolah lain. Dia tidak minta bantuan ke orang tuanya karena orang tuanya tidak berpendidikan.
Sampai dia duduk di bangku kelas 2 SMA, dia terkena penyakit. Dan setelah itu dia tidak lagi bisa berprestasi. Dia sekolah di SMA favorit di daerah Kroya, dimana temannya dari kalangan keluarga berpendidikan, dari keluarga menengah ke atas. Walaupun ekonomi keluarga Siti sudah lebih baik, sudah bisa punya rumah sendiri yang dibangun diatas tanah mereka sendiri tapi secara attitude mereka berbeda. Pupus sudah harapan Siti untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Setelah lulus SMA, Siti seperti teman-teman dan tetangga seumuran dia, merantau sebagai TKW ke luar negeri. Sebenernya orang tua Siti berat melepasnya, tapi orang tuanya berharap setelah pulang ke Indonesia uang hasil kerjanya bisa buat kuliah. Dan benar setelah 2 tahun jadi TKW, Siti pulang dan kuliah di salah satu kampus di Bandung.
Hidupnya di Bandung ternyata tidak semulus yang dia bayangkan, karena ada kerabatnya iri dengan pencapaian Siti yang anak dari keluarga miskin tapi kuliah. Bapaknya Siti seorang tukang becak, lalu terkena penyakit liver ketika Siti umur 5 tahun, setelah sehat kembali jadi tukang becak, lalu sakit lagi, mencoba jualan cilok, lalu jualan aksesoris seperti jepit rambut, dll jadi ada kerabat yang berusaha menghancurkan pencapaian Siti mungkin karena kerabatnya pikir bahwa Siti ga layak berkembang. Jadi Siti difitnah sampai terusir dari suatu tempat & ditolong oleh temannya dan akhirnya menikah dengan kerabat dari temannya tersebut ketika belum lulus kuliah.
Ketika Siti sudah lulus kuliah, sudah tidak diizinkan melanjutkan pendidikan lagi oleh suaminya. Tapi Siti yang haus akan ilmu, sampai hari ini masih belajar cuma berbeda saja apa yang dia pelajari. Dia belajar sesuatu yang dulunya dianggap remeh yaitu tentang agama yang dia anut.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita diatas adalah ilmu itu tidak dikhususkan untuk si kaya, ga dikhususkan untuk si pintar, ilmu juga available untuk ibu rumah tangga. Jadi jangan insecure cuma karna kita dari golongan ekonomi bawah, atau karna kita merasa ga pinter, atau karena kita merasa sudah tua.