
Setiap individu di dunia ini tentunya memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Terutama pada anak-anak. Mulai dari perkembangan fisik, mental, maupun intelektual. Pada umumnya, setiap perkembangan pada anak-anak tergolong cepat. Mulai dari merangkak hingga dapat berdiri, awalnya hanya menyebut “mama” hingga bisa lancar berbicara, dan mempelajari hal-hal baru lainnya. Namun, ada pula anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam proses perkembangannya. Salah satu hambatan yang paling umum terjadi adalah autisme.
Apa Itu Autisme?
Menurut American Psychiatric Association, autisme merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya defisit dalam proses komunikasi dan interaksi sosial.
Faktanya, anak autisme memiliki ciri-ciri fisik seperti anak pada umumnya. Tidak ada perubahan bentuk tubuh, wajah, atau bagian tubuh lainnya. Sehingga banyak dari orang tua tidak sadar bila anaknya tengah mengalami autisme.
Untuk itu, agar memudahkan mengidentifikasi anak autisme, perlu dilakukan proses diagnosa dengan memperhatikan beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
- Kemampuan berbicara terbatas atau cenderung terlambat dari usia yang seharusnya
- Tidak ada kontak mata
- Memberontak saat disentuh
- Hiperaktif atau tidak ada interaksi sama sekali
- Melakukan aktivitas secara berulang
Dengan memperhatikan dan mengetahui ciri-ciri anak autisme di atas, maka para orang tua dapat lebih mudah dalam mendiagnosis secara dini anak-anak mereka.
Autisme sendiri terdiri dari dua jenis yaitu Visual-Hipersensitif dan Visual-Hiposensitif. Visual-Hipersensitif adalah jenis autisme yang sulit fokus dan mudah teralihkan bila terdapat distraksi visual di sekelilingnya serta akan lebih fokus pada sebuah benda kecil yang berada di antara kekosongan visualnya.
Selain itu, jenis ini sangat terganggu dengan cahaya yang terlalu terang atau sinar matahari. Sementara autisme dengan jenis Hiposensori merupakan autisme yang kurang memiliki kepekaan dalam menerima sensori. Sehingga anak yang mengalami autisme jenis ini menjadi lebih lambat dan pasif dalam memberi respon terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar mereka bahkan juga tidak menyadari kehadiran orang lain didekatnya.
Dua jenis autisme ini berkaitan dengan bagaimana fungsi panca indera dalam menangkap sinyal-sinyal yang berasal dari dunia luar. Sinyal tersebut biasanya berupa sebuah bunyi, sentuhan, gerakan, bau, dan penglihatan.
Tentu saja hal ini sangat berhubungan erat dengan kondisi ruang dimana mereka berada yang mereka gunakan untuk beraktivitas, belajar, serta bermain. Sebuah ruangan tidak akan lengkap bila tidak ada elemen yang mendukung. Elemen-elemen interior ini berguna untuk menciptakan suasana ruang yang nyaman bagi anak-anak autisme. Penasaran apa saja elemen-elemennya? Yuk baca sampai selesai ya!
Elemen-Elemen Interior Yang Nyaman Bagi Anak-Anak Autisme
Nah, menurut buku Designing for Autism Spectrum Disorder yang ditulis oleh Kristi Gaines dan timnya, elemen interior yang mampu mempengaruhi psikologis anak autism dalam sebuah ruang terbagi menjadi 6 elemen lho, berikut penjelasannya
1. Ruang

Sumber Gambar : Pexels.com
Elemen yang pertama adalah ruang. Sebuah ruang dibagi menjadi dua jenis yaitu ruang positif dan ruang negatif. Ruang dapat dikatakan sebagai ruang positif bila terisi dengan warna, tekstur, bentuk, atau massa melalui lantai, dinding, plafon, furniture, dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan ruang negatif adalah ruang kosong. Untuk anak autisme Hipersensitif dan Hiposensitif, biasanya memiliki kecenderungan yang sama yaitu kurang bisa fokus dan mudah tantrum sehingga membutuhkan desain ruang negatif yang lebih luas, dalam arti tidak banyak furniture yang dapat membahayakan anak autisme saat mengalami tantrum.
2. Bentuk

Sumber Gambar : Pexels.com
Sama seperti yang sudah dijelaskan pada elemen pertama, anak autisme sering sekali mengalami tantrum, sehingga membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Salah satunya yaitu dengan menciptakan furniture-furniture yang aman bagi anak autisme.
Dengan cara menggunakan bentuk yang sederhana untuk membuat anak autisme lebih fokus dalam proses terapi dan belajar. Selain itu, untuk alasan keselamatan, furniture diharuskan menggunakan sudut-sudut tumpul agar saat anak autisme tantrum tidak terluka bila terbentur oleh ujung kursi, meja, atau furniture yang lainnya.
3. Tekstur

Sumber Gambar : Pexels.com
Untuk anak Hipersensitif, tekstur merupakan hal yang sangat ia hindari. Contohnya seperti merasa kurang nyaman saat menggunakan baju karena tubuh bersentuhan dengan tekstur baju yang kasar. Sebaliknya, anak Hiposensitif kurang peka terhadap rangsangan apapun.
Sehingga dibutuhkan pembiasaan bagi kedua jenis autisme ini untuk melatih sensorik tubuhnya menggunakan tekstur. Maka dari itu, diperlukan desain ruangan dan furniture yang dapat menstimulasi sensori anak-anak autisme dalam mengenal tekstur dengan cara menggunakan karpet bertekstur, menggunakan furniture dengan media pembelajaran tekstur, dan sebagainya.
4. Pola

Sumber Gambar : Pexels.com
Pola adalah pengulangan atau repetisi yang terjadi pada sebuah bentuk. Sebuah pengulangan tersebut dapat berupa pengulangan garis, titik, warna, bentuk, tekstur, dan lain-lain. Untuk anak autisme dengan kondisi Hipersensitif, hal yang perlu dihindari adalah penggunaan pola yang terlalu rumit karena akan mendistraksi mereka secara berlebihan.
Sehingga anak autisme akan lebih terfokus pada pola-pola yang rumit bukan pada proses belajar atau terapi yang sedang dilakukan. Sebaliknya, untuk anak autisme dengan kondisi Hiposensitif yang memiliki daya ketertarikan yang rendah dengan sesuatu di sekelilingnya, maka dibutuhkan pola yang kompleks untuk menstimulasi visual.
5. Pencahayaan

Sumber Gambar : Pexels.com
Anak autisme secara umum sangat menghindari terpapar cahaya matahari atau cahaya yang terlalu terang. Sehingga dibutuhkan ruang belajar, bermain, dan terapi yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
Beberapa tips yang dapat diterapkan yaitu menggunakan cat dinding matt, menggunakan lantai vinyl dibandingkan ubin pada umumnya agar tidak memantulkan cahaya matahari atau lampu secara berlebihan, serta menggunakan lampu yang dapat disesuaikan intensitas cahayanya.
6. Warna

Sumber Gambar : Pexels.com
Elemen interior yang terakhir ini adalah salah satu elemen yang paling penting dan sangat mempengaruhi reaksi psikologis dan fisiologis manusia terutama bagi anak autisme. Warna terdiri dari warna hangat dan dingin. Warna hangat terdiri dari merah, oranye, kuning.
Sedangkan warna dingin terdiri dari biru, hijau, dan ungu. Penggunaan warna yang tidak terlalu cerah, natural, dan dingin dapat memberi kesan menenangkan untuk anak autisme Hipersensitif yang sangat peka dengan cahaya atau sesuatu yang dapat menimbulkan distraksi.
Sedangkan untuk anak autisme dengan kondisi Hiposensitif membutuhkan warna-warna yang mampu menstimulasi dan memperkaya visualnya yaitu dengan menggunakan warna hangat yang terdiri dari warna merah, oranye, dan kuning.
Sekarang sudah tahu kan berbagai elemen yang dapat mempengaruhi psikologis anak autisme?
Semakin banyak pengetahuan yang kita dapat, maka secara tidak langsung kita juga menghargai dan berempati dengan teman-teman kita yang berkebutuhan khusus, lho. Tetap semangat dalam menambah pengetahuan dan jangan ragu untuk menjadi pelopor perubahan ya!