
Terkadang, menjadi ceria itu penting demi menutupi rasa sedih yang sedang melanda hati. Namun hal ini bisa menjadi bumerang loh, karena nantinya kamu bakal merasakan perasaan yang lebih buruk lagi jika terus-terusan dipendam dan bisa meledak kapan saja. Kondisi seperti ini disebut dengan toxic positivity.
“Good vibes only”. Kalimat seperti itu pasti sering kamu temui di media sosial. Untuk beberapa orang, mungkin kalimat tersebut dianggap sebagai motivasi untuk selalu berpikir positif, bahagia, dan semangat melewati setiap permasalahan di dalam hidup. Pokoknya tidak ada yang namanya pikiran negatif, tidak ada. Tetapi apakah kamu tahu, pemikiran seperti itu ternyata bisa mengundang yang namanya toxic positivity loh. Tidak hanya merugikan diri, tapi sifat toxic ini bisa merugikan orang lain juga. Biar bisa keluar dari sifat menyebalkan ini, sebaiknya simak artikel ini sampai habis, yuk!
Apa Itu Toxic Positivity?
Berbeda dengan orang toxic di luar sana yang emosinya meledak-ledak dan barbar, orang yang punya toxic positivity tuh diam-diam menghanyutkan. Sebenarnya kedua sifat tersebut sama-sama ‘racun’ yang mengakibatkan orang lain terkena dampak negatif. Toxic positivity adalah gagasan yang dilontarkan untuk mendorong dan memaksa orang lain agar selalu bahagia, berpikir positif, semangat, selalu melihat sisi baik dari setiap masalah, dan lain sebagainya. Pokoknya kamu hanya boleh bahagia, titik.
Ketika melihat sahabat sedang galau, orang yang memiliki toxic positivity akan datang bersama petuah-petuah andalannya. Sebisa mungkin menenangkan orang lain untuk meredam emosinya dan memaksa untuk tetap tenang dan mengambil hikmahnya.
Toxic Positivity Malah Bikin Stres
Kala merasa stres, tentu kamu membutuhkan teman cerita. Setidaknya teman yang selalu menyediakan pundaknya untuk berbagi beban pikiran. Namun, tidak selamanya bercerita dengan teman adalah pilihan terbaik. Mereka punya kapasitasnya tersendiri. Tidak di setiap kondisi mereka bisa memahami perasaanmu.

Ilustrasi curhat (sumber: psychologytoday.com)
Sampai suatu hari terlontarlah kalimat, “Masih banyak orang lain di luar sana yang lebih menderita daripada kamu”. Oh tidak, berhati-hatilah dengan kalimat seperti itu. Bukannya menenangkan, kamu malah bisa bikin orang lain makin stres. Kalimat tersebut seakan-akan meremehkan permasalahan orang lain. Siapa sih yang tidak ciut? Ini baru satu contoh toxic positivity, masih ada banyak contoh lainnya yang mesti kamu hindari.
Terobsesi dengan Perasaan Bahagia
Tidak hanya merugikan orang lain, toxic positivity juga bisa merugikan kamu loh. Salah satu contohnya adalah dengan memanipulasi perasaan sendiri. Di artikel sebelumnya, kami pernah membahas tentang cara berpikir positif. Berfokus pada hal-hal positif dan menolak apa pun yang dapat memicu munculnya emosi negatif terdengar bagus ‘kan? Tapi tidak secepat itu.

Adegan di film “Joker” (sumber: relevantmagazine.com)
Ketika kamu menyangkal atau menghindari emosi yang tidak menyenangkan, tanpa sadar emosi itu akan tersimpan di alam bawah sadar. Semakin lama dibiarkan akan semakin menjadi-jadi karena tetap diproses oleh otak. Pada akhirnya, saat emosi itu muncul kembali, kamu hanya bisa memendam dan menyimpannya seperti dulu. Jangan sampai kamu terjebak di lingkaran seperti ini. Sangat berbahaya untuk kesehatan jiwamu.
Hampir setiap orang memang memimpikan kebahagiaan, tapi jangan sampai salah mengartikan dan malah jatuhnya malah jadi obsesi. Bukannya bahagia, kamu malah bisa lebih tidak bahagia lagi secara keseluruhan. Ibarat tersenyum di luar tapi di dalam hatinya hampa. Kalau sudah begini, lantas bagaimana caranya jujur dengan diri sendiri?
Bedanya Optimisme dengan Toxic Positivity
Menurut Wikipedia, optimisme adalah sebuah paham keyakinan terhadap sesuatu dari segi yang baik dan berpikir bahwa kamu selalu memiliki harapan baik di dalam segala hal. Sedangkan toxic positivity adalah memaksakan segala sesuatu akan baik-baik saja.

(sumber: amenclinics.com)
Jangan mengusir pikiran negatif secara paksa, karena merasa sedih, marah, dan frustasi itu normal ketika kesulitan melanda. Terus menerus menghindari emosi yang menyakitkan malah akan menjadi bumerang, karena mereka akan kembali di waktu yang tidak terduga. Triknya adalah dengan menemukan cara untuk menghadapinya dengan lebih baik sehingga kamu tidak perlu terjebak di lingkaran yang toxic. Sikap optimisme sangat diperlukan dan mesti seimbang, bukan berarti kamu harus membunuh emosimu sendiri.
Sekian penjelasannya, semoga kamu bisa terhindar dari sifat toxic positivity kepada diri sendiri maupun orang lain yah. Mungkin kamu juga bisa mengikuti beberapa cara untuk terhindar dari toxic positivity. Nah, buat yang penasaran, kami pernah membahas tentang ciri-ciri orang toxic di artikel sebelumnya. Yuk baca, siapa tahu kamu salah satu kaumnya.